Story


Ku Kangen Ayah



Seperti biasa Bagus, Karyawan di sebuah perusahaan swasta terkemuka di Surabaya, tiba di rumahnya pada pukul 9 malam. Tidak seperti biasanya, Verly, putri pertamanya yang baru duduk di kelas satu SD yang membukakan pintu. Ia nampaknya sudah menunggu cukup lama.

“Kok, belum tidur?” sapa Bagus sambil mencium anaknya. Biasanya, Verly  memang sudah lelap ketika ia pulang dan baru terjaga ketika ia akan berangkat ke kantor pagi hari. Sambil membuntuti sang ayah menuju ruang keluarga, Rani menjawab, “Aku nunggu Ayah pulang. Sebab aku mau tanya berapa sih gaji Ayah?”

 “Lho, tumben, kok nanya gaji Ayah? Mau minta uang lagi, ya?”

“Ah, enggak. Pengen tahu aja.”

“Oke. Kamu boleh hitung sendiri. Setiap hari Ayah bekerja sekitar 10 jam dan dibayar Rp 200.000,-. Dan setiap bulan rata-rata dihitung 25 hari kerja. Jadi, gaji Ayah dalam satu bulan berapa, hayo?”

Verly berlari mengambil kertas dan pensilnya dari meja belajar, sementara ayahnya melepas sepatu dan menyalakan televisi. Ketika Bagus beranjak menuju kamar untuk berganti pakaian, Verly berlari mengikutinya.

“Kalau satu hari ayah dibayar Rp 200.000,- untuk 10 jam, berarti satu jam ayah digaji Rp 20.000,- dong,” katanya.

“Wah, pinter kamu. Sudah, sekarang cuci kaki, bobok,” perintah Bagus. Tetapi Verly tak beranjak. Sambil menyaksikan ayahnya berganti pakaian, Verly kembali bertanya, “Ayah, aku boleh pinjam uang Rp 5.000,- nggak?” “Sudah, nggak usah macam-macam lagi. Buat apa minta uang malam-malam begini?

 Ayah capek. Dan mau mandi dulu. Tidurlah.”

“Tapi, Ayah…”

Kesabaran Bagus habis.

“Ayah bilang tidur!” hardiknya mengejutkan Verly. Anak kecil itu pun berbalik menuju kamarnya.

Usai mandi, Bagus nampak menyesali hardikannya. Ia pun menengok Verly di kamar tidurnya. Anak kesayangannya itu belum tidur. Verly didapatinya sedang terisak-isak pelan sambil memegang uang Rp 5.000,- di tangannya.

Sambil berbaring dan mengelus kepala bocah kecil itu,

Bagus berkata, “Maafkan Ayah, Nak. Ayah sayang sama Verly. Buat apa sih minta uang malam-malam begini? Kalau mau beli mainan, besok’ kan bisa. Jangankan Rp 5.000,- lebih dari itu pun ayah kasih.”

“Ayah, aku nggak minta uang. Aku pinjam. Nanti aku kembalikan kalau sudah menabung lagi dari uang jajan selama minggu ini.”

“Iya,iya, tapi buat apa?” tanya Bagus lembut.

“Aku menunggu Ayah dari jam 8. Aku mau ajak Ayah main ular tangga. Tiga puluh menit saja. Ibu sering bilang kalau waktu Ayah itu sangat berharga. Jadi, aku mau beli waktu ayah. Aku buka tabunganku minggu ini  ada Rp 5.000,-. Tapi karena Ayah bilang satu jam Ayah dibayar Rp 20.000,-, maka setengah jam harus Rp 10.000,-. Duit tabunganku kurang Rp 5.000,-. Makanya aku mau pinjam dari Ayah,” kata Verly polos.

Bagus terdiam. Ia kehilangan kata-kata. Dipeluknya bocah kecil itu erat-erat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar